Sudahkah engkau bersyukur hari ini?
Sesungguhnya tiadanya kemauan untuk mensyukuri nikmat Allah yang telah diberikan kepada kita merupakan sifat kufur nikmat. Tidakkah kita menyadari bahwa tugas manusia sebagai hamba Allah adalah untuk mengabdi kepada-Nya dan mensyukuri atas segala nikmat yang telah diberikan-Nya kepada kita. Apabila ada orang yang tidak mau mensyukuri atas segala nikmat Allah yang telah diberikan kepadanya berarti hatinya telah keruh dan imannya telah lemah, sehingga hal itu memunculkan sifat sombong dan angkuh. Keangkuhannya inilah sehingga ia beranggapan bahwa segala sesuatu yang telah diraihnya adalah hasil dari jerih payahnya sendiri, bukan karena bantuan maupun pemberian dari pihak lain. Ia merasa tidak perlu bersyukur dan mengucapkan terima kasih kepada pihak lain. Bila orang sudah beranggapan demikian, secara tidak langsung ia telah meniadakan keberadaan Allah, yang telah memberikan rizki, kenikmatan dan kebahagiaan kepadanya. Bila ia menyadari bahwa segala tindak tanduk yang dilakukan oleh manusia dan makhluk yang ada di alam semesta ini adalah karena kehendak dan ketentuan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Tentu ia akan senantiasa mensyukuri nikmat Allah yang telah dikaruniakan kepadanya.
Sudahkah engkau bersyukur hari ini?
Seorang muslim yang mau bersyukur kepada Allah itu sama dengan ia telah menunjukkan ketawadhu’annya atau kerendahan dirinya karena menyadari bahwa segala sesuatu itu takkan terjadi tanpa adanya kehendak dan takdir serta campur tangan dari Allah, Sang Pencipta yang Maha Segalanya. Bila kita mensyukuri nikmat Allah, maka Allah justru akan menambah kenikmatan kepada kita. Dan bila kita justru malah kufur nikmat, maka nantinya kita hanya beroleh adzab karena mengingkari nikmat Allah. Itu adalah janji dan ketentuan yang pasti sebagaimana dalam surat Ibrahim :7.
Sudahkah engkau bersyukur hari ini?
Nikmat Allah kalau kita pahami dan kita maknai, sesungguhnya memiliki pengertian yang luas. Nikmat Allah yang termasuk di dalamnya adalah kebahagiaan, rizki, kedudukan, pangkat, kesehatan, keselamatan, kemudahan, dan lain sebagainya. Boleh dibilang bahwa segala sesuatu atau keadaan yang tidak mendatangkan adzab maupun kutukan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala itu merupakan suatu kenikmatan. Kalau lantas ada orang yang tidak mau bersyukur kepada Allah atas kenikmatan yang telah diterimanya, maka orang tersebut dapatlah dikatakan memiliki akhlak yang rendak dan telah buta terhadap ajaran Islam. Orang-orang seperti inilah nantinya yang akan diadzab oleh Allah. Sangatlah jelas bahwa Allah telah memperingatkan kita untuk tidak lupa mensyukuri nikmat-Nya, namun malah semakin banyak orang yang lupa diri, mengingkari nikmat Allah.
Sudahkah engkau bersyukur hari ini?
Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (Arr-Rahman: 13)
Semakin orang memperoleh kenikmatan, ia justru semakin lupa kepada Allah Ta’ala. Diberi kelimpahan harta ia menjadi lebih kikir dan semena-mena terhadap sesama, kepada mereka yang membutuhkan bantuan ia berpaling muka dan tidak mau mengulurkan tangan. Harta tersebut justru dihamburkan untuk hal yang sia-sia, tidak jelas dan malah dilarang oleh Islam. Diberi kekuasaan/pangkat, ia malah bertindak aniaya dan menyalahgunakan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi dan mengabaikan kepentingan rakyatnya, memimpin secara tidak adil, berpihak kepada yang lebih menguntungkan kedudukannya. Diberi kesehatan ia justru semakin lupa dan sombong, membuang-buang waktu hanya untuk kesenangan yang tidak ada petunjuknya sama sekali. Kesenangan yang maksiat dan hedonis. Apakah kita ingin menjadi pribadi yang melampaui batas seperti ini? Kalau kita termasuk pribadi seperti ini... Sesungguhnya Adzab Allah sangat pedih! Nabi pernah bersabda dalam sebuah hadis shahih, “Tidak akan masuk surga seseorang yang dalam hatinya terdapat kesombongan, meskipun seberat atom.”
Sudahkah engkau bersyukur hari ini?
Jikalau kita ingin bertaqarrub dan mendekatkan diri kepada Allah, selayaknya kita menjadikan hati kita ini senantiasa bersih dari segala noda kefasikan dan kekufuran itu menjadi prioritas utama. Karena bila hati masih terdapat noda hitam kefasikan dan kekufuran, jangan berharap untuk dapat mensyukuri nikmat Allah dan bertaqarrub kepada-Nya. Sesungguhnya kefasikan dan kekufuran atas nikmat merupakan penyakit hati yang harus segera dibuang jauh-jauh.
Sudahkah engkau bersyukur hari ini?
Ada seorang laki-laki yang hidup dalam kemewahan dan bergelimang harta kekayaan. Suatu hari, ketika lelaki itu dan istrinya yang cantik sedang makan seekor ayam panggang yang kelihatan lezat dan mengundang selera, didatangi oleh seorang pengemis yang merengek minta sedekah.
Namun, dengan limpahan harta kekayaannya, sedikitpun lelaki itu tidak memberi sesuatu, jangankan uang, sesuap makanan pun tidak. Dengan marahnya ia membentak pengemis itu dan mengusirnya.
“Dasar pengemis tak tahu diri, datang di saat aku sedang makan. Kalau sudah begini, hilang nih selera makanku.Ayo sana pergi!!! Enyahlah engkau dari hadapanku!!!” Teriaknya sambil melempar tulang ayam ke kepala pengemis itu.
Pengemis itu pun pergi dengan sedih. Akan tetapi, istri lelaki kaya itu diam-diam masuk ke dalam rumah, mengambil beberapa buah roti dan memasukkannya dalam bungkusan, lalu dia ke luar rumah lewat belakang dan berjalan menuju jalan di depan rumahnya. Melihat pengemis yang baru saja menghiba di rumahnya berjalan perlahan tidak jauh dari depan rumahnya, Istri lelaki kaya itu kemudian menghampiri pengemis itu dan memberikan bungkusan makanan yang sudah dipersiapkannya. Ia meminta maaf pada pengemis itu atas kelakuan suaminya.
Beberapa waktu berjalan, tersiar kabar bahwa lelaki kaya raya tadi telah bercerai dengan istrinya dan si lelaki itu kemudan jatuh miskin. Istrinya pun telah menikah lagi dengan seseorang.
Di suatu siang yang terik, suaminya yang kedua itu mengajaknya untuk menemaninya makan ayam bakar di gazebo di depan rumahnya. Ketika keduanya sedang asyik menyantap makanan itu, tiba tiba datanglah seorang pengemis dengan wajah lusuh dan pakaian dekil. Dengan penuh rasa iba ia meminta dikasihani.
Melihat itu, sang suaminya yang kedua itu berkata kepada istrinya, “wahai istriku, tolong bungkuskan satu ayam bakar ini lengkap dengan nasi beserta lalapnya, dan berikanlah kepada pengemis itu. Sepertinya pengemis itu benar-benar sedang membutuhkan makanan. Sungguh aku sudah merasa cukup kenyang dengan apa yang aku makan siang ini.”
Mendengar hal tersebut si istri pun bangkit dari tempat duduknya, membungkuskan satu ayam bakar lengkap dengan nasi serta lalapnya. Bahkan ia menambahkannya dengan sebungkus air lemon yang dingin dan beberapa buah roti. Lalu ia memberikan bungkusan makanan itu pada pengemis itu. Ketika ia melihat pada pengemis itu, ia terkejut namun segera menutupinya dan bergegas masuk dan berjalan menuju gazebo, menghampiri suaminya yang kedua.
Di depan suaminya yang kedua, ia pun menceritakan bahwa pengemis yang baru saja menghiba dan diberi makanan tersebut adalah mantan suaminya yang pertama. Namun, si istri justru lebih kaget lagi ketika suaminya yang kedua itu berkata, “Kau tahu siapa sebenarnya aku?”
Istrinya terdiam, bertanya-tanya dalam hati.
“Demi Allah, sesungguhnya aku ini adalah seorang pengemis yang dahulu pernah meminta-minta di rumahmu. Saat itu engkau dan suamimu sedang menyantap ayam panggang di teras rumah mantan suamimu itu.”
“Tapi?”
“Yah, begitulah. Allah Ta’ala memang Mahabesar. Dia telah menyerahkan serta mengalihkan nikmat kekayaan suamimu itu dan keluarganya untuk dianugerahkan kepadaku. Hal ini mungkin dikarenakan sedikitnya suamimu itu dalam mensyukuri nikmat-nikmat Allah Ta’ala yang telah diberikan kepadanya”.
Sudahkah engkau bersyukur hari ini?


Alhamdulillah